BLANTERVIO103

Maukah Kamu Pergi Bersamaku ke Laut? - Nizar Qabbani

Maukah Kamu Pergi Bersamaku ke Laut? - Nizar Qabbani
2/19/2020
Nizar Qabbani (1923 - 1998)
Maukah Kamu Pergi Bersamaku ke Laut?




1
Maukah kamu pergi bersamaku ke laut?
Maukah kamu kabur bersamaku dari zaman yang kering
Menuju zaman air?
Sudah tiga tahun lamanya
Kita belum masuk ke dalam banyak
Kemungkinan warna biru
Belum memegang dengan kedua tangan kita
Cakrawala
Impian dan sajak
Perang saudara telah menjadikan kita hewan yang jinak
Berbicara tanpa hasrat
Melahirkan keturunan tanpa hasrat
Saling merekat satu sama lain dengan tradisi
Kopi Turki adalah tradisi
Bak mandi pagimu adalah tradisi
Warna handukmu adalah tradisi
Lalu mengapa kamu tidak mengenakan topi matahari?
Pergi bersamaku
Aku benar-benar jemu dengan hubungan akademik ini
Yang memberimu gaya para istri tanpa cinta
Dan memberiku 
Gaya puisi berwazan

2
Segala sesuatu di antara kita
Rapuh dan mudah pecah
Setiap hari minggu
Serupa omongan politik

Semua macam celak
Rasanya sama dan objek yang sama
Setiap ruas jalan menuju payudaramu
Mengantarkan pada bunuh diri
Lalu mengapa kita tidak pergi ke laut?
Lautan tidak mengulangi dirinya sendiri
Tidak mengembalikan sajak-sajak klasiknya
Lautan adalah perubahan dan kelahiran
Aku ingin kamu berubah dan mengubahku
Aku ingin melahirkanmu lalu kamu melahirkanku
Aku ingin mengukiri tubuhmu dengan tinta Kufah
Seperti seorang perempuan yang sedang jatuh cinta
Mengukir nama sang kekasih di dadanya
Sebelum ia berangkat ke medan perang
Aku ingin berjalan bersamamu di jalan raya puisi
Tidur bersamamu di bawah pohon puisi
Kupasangkan di pergelangan tangan mungilmu
Gelang puisi
Ingin kubebeskan dirimu dari penjara Arab
Yang memberimu gaya para istri tanpa cinta
Dan memberiku 
Gaya puisi berwazan

3
Di tanganku Beirut telah hancur
Seperti tinta ungu
Puing-puingnya berjatuhan di suara dan kertasku
Bantulah aku memperbaiki wajahku
Memperbaiki bahasaku
Karena bahasa adalah kereta malam yang lamban
Di dalamnya para musafir melakukan bunuh diri
Karena sudah tak berdaya
Marilah kita ledakkan abjad-abjad itu
Mungkinkah aku mencintaimu tanpa manuskrip Arab?
Tanpa firman-firman Arab
Tanpa rambu lalu lintas Arab
Tanpa wazan Arab
Fa’ûlun mafâ’îlun fa’ûlun mafâ’îlun
Bisakah aku duduk bersamamu di Cafeteria?
Tanpa seorang Imrul Qais di antara kita
Fa’ûlun mafâ’îlun fa’ûlun mafâ’îlun
Bisakah aku mengajakmu berdansa?
Tanpa seorang Al-Buhturi di antara kita
Fa’ûlun mafâ’îlun fa’ûlun mafâ’îlun
Kemudian, bisakah aku mengantarkanmu pulang
Saat tengah larut malam?
Aku di bawah pengawasan agen intelijen, Antarah Al-‘Absi
Oh, betapa sangat melelahkan
Menikmati sensasi kedua matamu
Sedangkan aku berada di bawah pengawasan
Aku berjalan-jalan di malam puisimu
Di bawah pengawasan
Oh, sungguh sangat menjemukan
Mencintaimu di antara dua fathah
Atau di antara dua hamzah
Atau di antara dua titik
Lalu mengapa tidak kita lemparkan
Diri kita sendiri dari kereta keparat
Kemudian kita berbicara dengan bahasa laut?

4
Maukah kamu pergi bersamaku ke laut?
Sambil berlindung di balik mantel biru
Maukah aku bocorkan rahasia kecil untukmu?
Aku menjadi jelek ketika tidak menulis
Menjadi jelek saat aku berhenti jatuh cinta
Maka bantulah aku mengembalikan dua kemuliaan
Kemuliaan menulis dan kemuliaan jatuh cinta

5
Maukah kamu masuk bersamaku
Ke dalam banyak beban warna biru?
Dan banyak beban perihal tenggelam dan berputar
Serta berbagai kemungkinan wajah terakhir cinta

Hubungan jauh ini telah menghancurkanku
Percakapan dengan satu suara
Dan seks dalam satu irama
Zaman telah hancur di tangan kita
Dan elemen kedua matamu juga hancur
Menjadi malam, menjadi kerikil dan menjadi air
Bantulah aku mengumpulkan sisa-sisamu
Sisa-sisa rambutmu yang telah pergi
Tanpa meninggalkanku sebuah alamat
Bantulah aku membentuk namamu
Karena aku berlari dan namamu juga berlari
Seperti ayam yang telah dipenggal
Bantulah aku menggapai mulutku
Peperangan telah merampas buku tulis dan gambar Doodle masa kecilku
Peperangan juga telah merampas kata-kata
Yang akan menyulam dirimu
Menjadi perempuan paling cantik
Kata-kata yang juga mampu menjadikanku
Penyair paling agung
Mengapa tidak kamu tanggalkan kulitmu?
Lalu mengenakan kulit lautan?
Mengapa tidak kamu tanggalkan cuacamu yang stabil
Kemudian kamu kenakan kegilaanku?
Mengapa tidak kamu tanggalkan pakaian debu
Supaya kamu kenakan hujanku?
Di bibir kita duri tumbuh menyeruak
Dan kegelisahan begitu mencekam
Lalu mengapa kita tidak memberontak
Pada interaksi akademik ini?
Yang memberimu gaya para istri tanpa cinta
Dan memberiku 
Gaya puisi berwazan


Penerjemah: Musyfiqur Rahman
MARI BERBAGI:
Editor

TAMBAHKAN KOMENTAR

5700840368070671462