BLANTERVIO103

Enam Cerita Pendek - Franz Kafka

Enam Cerita Pendek - Franz Kafka
9/19/2019
Enam Cerita Pendek - Franz Kafka

Enam Cerita Pendek - Franz Kafka


1. FABEL KECIL 

‘Sayang’, kata tikus, 'dunia ini bertambah kecil setiap hari. Pada mulanya begitu besarnya sampai aku takut, aku berlari terus dan aku senang waktu akhirnya aku melihat dinding-dinding di sebelah kanan dan kiriku di kejauhan, tapi begitu cepatnya tiap ujung dinding-dinding yang panjang ini saling menangkup hingga aku sudah berada di ujung ruangan, dan di pojoknya berdirilah perangkap yang kujelang’. 'Kau seharusnya mengubah arah', kata kucing, dan mencaploknya. 

2. PULANG 

Aku telah kembali, aku telah melintasi halaman depan dan kulihat sekelilingku. Inilah rumah tua tanah pertanian ayahku. Air menggenang di tengah halaman. Peralatan-peralatan tua yang tak berguna tumpang-tindih berserakan, menutupi tangga ke gudang di tingkat atas. Kucing mendekam di atas sandaran tangga. Sepotong kain sobek-sobek, yang dulu dibelitkan pada sebatang galah dalam suatu permainan, melayang-layang dalam angin sepoi. 

Aku telah sampai. Siapa akan menyambutku? Siapa menunggu di balik pintu dapur? Asap mengepul dari cerobong, kopi sedang dibikin untuk makan-malam. Apa kau merasa sebagaimana mestinya, apa kau merasa telah pulang? Entahlah, aku merasa begitu tak menentu. Ya, ini rumah ayahku, tapi setiap benda tinggal dingin di samping benda lainnya, seolah-olah khusuk dengan masing-masing masalahnya sendiri, yang sebagian aku telah lupa, sebagian tak pernah aku tahu. Aku bisa berguna apa bagi benda-benda itu, apa arti diriku baginya, sekalipun aku putra ayahku, putra petani tua itu. Dan aku tidak berani mengetuk pintu dapur, aku hanya mendengarkan dari jauh, aku hanya berdiri mendengarkan dari jauh, agar jangan menjadi seorang yang menguping rahasia orang. Dan karena aku mendengarkan dari jauh, aku tak bisa menangkap apa-apa, yang kudengar, atau barangkali sekadar bayangan bahwa aku mendengar, hanyalah detak-detak sayup sebuah jam yang terapung-apung datang dari masa kecilku. Apa pun yang sedang berlangsung di dapur adalah rahasia mereka yang duduk di sana, dan mereka menyimpannya sendiri. Semakin lama seseorang ragu-ragu di muka pintu, orang itu menjadi semakin asing. Apa jadinya sekarang jika seseorang membuka pintu dan menanyaiku sesuatu? Bukankah aku akan menjadi seperti seorang yang ingin menyimpan rahasianya sendiri? 

3. PERSAHABATAN 

Kami berlima bersahabat, suatu hari kami keluar rumah satu per satu, yang pertama jalan dan menempatkan dirinya di samping pintu gerbang, kemudian yang kedua datang, dan menempatkan dirinya di dekat yang pertama, kemudian datang yang ketiga, kemudian yang keempat, kemudian yang kelima. Akhirnya kami semua berdiri dalam satu baris. Orang-orang mulai memperhatikan kami, mereka menunjuk ke arah kami dan berkata, 'Kelima orang itu baru saja keluar dari rumah itu'. Kami telah hidup bersama cukup lama: hidup akan tenteram jika tak ada pihak keenam terus-menerus mencoba mengganggu. Dia tidak merugikan kami, tapi dia menjengkelkan kami, dan itu cukup merugikan, mengapa dia menggabung di mana dia tidak diingini? Kami tidak mengenalnya dan tidak menginginkannya bergabung dengan kami. Ada masanya, memang, waktu kami berlima juga tidak saling mengenal: dan bisa dikatakan bahwa kami masih belum saling mengenal, tapi yang mungkin dan bisa kami tolerir berlima tidak mungkin dan tidak bisa kami tolerir dengan pihak keenam. Pokoknya, kami berlima dan tidak mau jadi berenam. Namun sebenarnya apa arti dari kebersamaan ini? Ini pun bagi kami berlima tanpa arti, tapi di sini kami bersama-sama dan akan tetap bersama: bagaimanapun kami | tidak mau, berdasarkan pengala: man kami, suatu kombinasi baru. Namun bagaimana orang bisa : menjelaskan semua ini kepada pihak keenam itu? Penjelasan-penjelasan yang panjang juga akan memberi dalih akan penerimaan dirinya dalam lingkaran kami, maka kami lebih suka tidak memberi penjelasan dan tidak menerimanya. Tidak peduli bagaimana dia cemberut kami mendorongnya pergi dengan siku kami, tapi betapapun kerapnya kami mendorongnya pergi, dia datang kembali. 

4. KOMENTAR 

Pagi-pagi buta, jalanan bersih dan lengang, aku berjalan ke stasiun. Ketika aku cocokkan arlojiku dengan jam pada sebuah menara kulihat bahwa arlojiku lebih lambat dari yang kuduga, aku harus buru-buru: dalam kegelisahanku dengan penemuan ini aku jadi tak pasti dengan jalan ke stasiun, rasanya aku masih asing di kota ini, untunglah ada seorang polisi di dekat situ, aku berlari kepadanya dan dengan kehabisan napas menanyakan jalan kepadanya. Dia tersenyum dan berkata, 'Apa anda berharap menemukan jalan dari saya?' 'Ya”, kataku, 'sebab saya tidak bisa menemukannya sendiri'. 'Jangan harap, jangan”, katanya, dan dia berbalik pergi dengan gaya yang amat dramatis, seperti seorang laki-laki yang ingin sendiri bersama gelak-tawanya. 

5. PROMETHEUS 

Empat buah legenda bercerita tentang Prometheus: 

Menurut yang pertama dia dihimpitkan ke sebuah batu di Kaukasus karena membocorkan rahasia-rahasia para dewa kepada manusia, dan para dewa mengirim burung-burung elang agar hidup dari memakan hatinya, yang terus-menerus tumbuh baru lagi dengan sendirinya. Menurut yang kedua, Prometheus, untuk menghindari paruhparuh yang mengoyak-ngoyak itu, dalam sekaratnya mendesakkan dirinya semakin dalam ke dalam batu itu hingga dia menjadi satu dengannya.

Menurut yang ketiga, selang beribu-ribu tahun pengkhianatannya terlupakan, para dewa lupa, burung-burung elang lupa, dia sendiri lupa. Menurut yang keempat, semuanya jadi jemu dengan apa yang telah menjadi tak berarti. Para dewa jadi jemu, burung-burung elang jadi jemu, lukanya menutup dengan jemu. Tinggallah gunung batu yang tak bisa dipahami itu. Legenda mencoba menerangkan yang tak bisa dipahami. Karena ia timbul dari suatu dasar kebenaran, ia harus sekali lagi berakhir dalam yang tak bisa dipahami. 

6. KEBERANGKATAN 

Aku menyuruh dibawakan kudaku dari kandang. Pesuruh tidak mengerti. Aku sendiri pergi ke kandang, memelanai kudaku dan menungganginya. Di kejauhan aku mendengar bunyi terompet: aku bertanya kepada pesuruh apa artinya itu. Dia tidak tahu dan tidak mendengar apa pun. Di pintu gerbang dia menyetopku dan bertanya, 'Anda akan berkuda ke mana, tuan?' 'Entahlah', jawabku, 'sekadar pergi dari sini, sekadar pergi dari sini. Terus dan terus menjauh dari sini, itulah satu-satunya jalan agar aku bisa mencapai tujuanku'. 'Jadi anda tahu tujuan anda?' tanyanya. "Ya', jawabku, 'aku baru saja mengatakannya kepadamu. Jauh dari sini—itulah tujuanku'. 'Anda tidak membawa perbekalan”, katanya. 'Sedikit pun aku tak butuh”, kataku, 'perjalanan ini begitu panjang hingga aku pasti mati kelaparan jika tidak kuperoleh apa pun di jalan. Tak ada bekal yang bisa menyelamatkanku. Cuma untungnya, ini merupakan suatu perjalanan yang benar-benar amat panjang. 


-Penerjemah: Aryanto B. Kurniawan

MARI BERBAGI:
Editor

TAMBAHKAN KOMENTAR

5700840368070671462