BLANTERVIO103

Pengantar Sang Mahasiswa dan Sang Wanita - Fuad Hassan

Pengantar Sang Mahasiswa dan Sang Wanita - Fuad Hassan
4/05/2020
Pengantar Sang Mahasiswa dan Sang Wanita
Oleh Fuad Hassan

SASTRADUNIA.COM | Pertama-tama saya tegaskan bahwa saya tidak pernah tinggal di Hungaria dan sama sekali tidak menguasai bahasa negeri itu. Penerjemahan yang saya lakukan adalah alih bahasa derajat kedua, yaitu setelah karya aslinya dalam bahasa Hungaria diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Dorongan untuk menerjemahkan karya-karya Hungaria ini ke dalam bahasa Indonesia timbul ketika saya membaca himpunan cerita-cerita pendek Hungaria yang ditulis dalam berbagai periode dan diterbitkan oleh UNESCO bersama Panitia Nasional Hungaria untuk UNESCO. Penerbitan koleksi ini bernaung di bawah UNESCO Collection of Representative Works European Series, 1979: "44 Hungarian Short Stories". 

Cerita demi cerita memukau perhatian saya karena tajamnya para pengarang dari berbagai masa itu mengamati berbagai situasi manusiawi dan menggarap dalam bentuk karya-karya kesusastraan yang menurut saya bermutu tinggi. Orang tidak perlu pernah tinggal di Hungaria atau mendalami adat kebiasaan di negeri itu untuk dapat memahami perilaku manusia sebagaimana dilukiskan dalam adegan-adegan kondisi manusiawi dalam cerita-cerita itu. Dalam proses membaca kita bahkan terlupa akan tempat atau musim yang menjadi latar belakang suatu cerita. 

Karya Józsi JenÅ‘ Tersánsky "Hari Cerah di Musim Semi" menggambarkan seorang anak yang begitu menyatu dengan dunia di sekelilingnya, menikmatinya seolah-olah dunia itu ia sendiri penghuninya. Segala gerak-gerik dan ungkapan perilakunya khas bagi anak-anak dalam keadaan serupa. Bebas, lepas, riang, menang, pendeknya dialah pusat dunianya itu, sekalipun sampai basah celananya karena terduduk di tempat berair. Itu pun tidak mengubah suasana penghayatannya. Namun ketika terlihat olehnya kehadiran orang tua yang melihatnya dengan celana yang basah, maka seluruh dunianya berubah warnanya; hilanglah segala kecerahan itu. Sukar melukiskan apa dan bagaimana perasaan si anak itu ketika menyaksikan bahwa dengan celana yang basah itu dunianya harus dihuni bersama orang tua yang tak dikenalnya itu. 

Perhatikan bagaimana penulis membuat pengakhiran cerita yang sederhana, pendek tapi penuh makna itu. Kisah tentang "Orang-Orang Nazi" oleh Ferenc Santá adalah misal lain suatu situasi manusiawi: seorang kakek dan anak kecil yang harus berhadapan dengan dua orang yang mewakili kekuatan dan kekuasaan, dan bagaimana kakek dan anak kecil itu selamat dari tindakan-tindakan wakil-wakil kekuatan dan kekuasaan itu. Kakek dan anak kecil itu tidak kalah, tapi wakil kekuatan dan kekuasaan itu pun tidak menang. Dan semua mereka melanjutkan tugasnya semula. 

Apa yang terjadi dengan mahasiswa yang memesan "Omelette a Woburn" diriwayatkan oleh DezsÅ‘ Kosztolányi. Tempat kejadiannya: sebuah restoran di Zurich. Namun, apa yang dialami oleh mahasiswa itu bisa saja terjadi di tempat-tempat lain. Ketelitian pengarangnya cukup berhasil untuk menggambarkan keadaan jiwa mahasiswa itu sewaktu harus memesan makanan, sewaktu dilayani dan mendapatkan makanannya yang "istimewa" serta setelah menyaksikan bahwa yang dipesannya tidak ubahnya seperti dadar yang sehari-hari dibuat oleh ibunya. Perhatikan bagaimana kelanjutan mahasiswa ini menggarap kemalangannya. 

Bukan maksudnya untuk membuat tafsiran tentang semua cerita yang disajikan dalam kumpulan ini. Tersila kepada pembaca untuk sampai pada tafsirannya masing-masing. Beberapa contoh di atas itu diketengahkan dengan maksud untuk menunjukkan betapa sastrawan-sastrawan yang menuliskan pengamatannya tentang kondisi manusiawi sungguh-sungguh tajam wawasannya tentang manusia dan perilakunya dalam menghadapi berbagai situasi. 

Dari himpunan ini akan terkesan sekali betapa mahirnya pengarang-pengarang ini untuk menggambarkan berbagai iklim perasaan dan penghayatan manusia. Yang tragis, yang dramatis, yang sinis, yang ironis, yang humoristis, yang riang, yang murung, yang garang, penasaran, dan lain sebagainya. Semuanya itu ditampilkan dalam interaksi antarwatak, tidak steril dan tidak pula artifisial. 

Oleh karena kondisi manusiawi begitu rupa dilukiskan dalam adegan-adegan yang manusiawi pula, maka tidak perlu kita dikejutkan oleh tampilnya nama-nama orang atau tempat yang tampil asing dan sulit diucapkan. Kelancaran para penulis karya-karya sastra ini dengan mudahnya akan menghanyutkan kita ke dalam kondisi-kondisi yang tidak asing bagi kita sebagai manusia; dan lupalah kita bahwa apa yang dilukiskannya itu terjadi di Budapest, atau Pécs, atau Kolozsvar, dan pelaku-pelakunya menyandang nama-nama Sándor, Antal Csík, Komocsán, Vilma Jakab, Tekla Virág, Ignác Vonó. Sebab, nama tempat dan nama para pelaku itu bisa saja diganti oleh nama-nama lain. Hal ini akan terasa sekali, yaitu bahwa dalam proses membaca dan memasuki dunia-dunia yang diungkapkan para pengarangnya itu akhirnya kita ikut menjadi dunia-dunia tersebut dan tidak lagi netral sebagai pengamat perilaku manusia yaitu sesama kita juga. 

Sebagaimana lazimnya terjadi kesulitan untuk melakukan alih bahasa, terutama yang berkenaan dengan karya sastra, maka dalam usaha menerjemahkan karya-karya dalam himpunan ini juga kadang-kadang terpaksa dipilih jalan penerjemahan yang agak bebas, selama tindakan ini tidak sampai mengubah arti pengarangnya; mana pula ada terjemahan yang sempurna. 

Kepada Tuan Istvan Debreceni, duta besar Hungaria di Jakarta, yang telah memberi dorongan dan persetujuan untuk penerjemahan dan penerbitan himpunan ini dalam bahasa Indonesia, saya ucapkan terima kasih. 

Jakarta, 1 Juni 1985
MARI BERBAGI:
Editor

TAMBAHKAN KOMENTAR

5700840368070671462