Negeri Bayangan
Hujan meretas dalam sunyi. Anak laki-lakiku
berjalan menembus dinding-dinding kabur,
suatu peta aneh ditorehkan kehidupan.
Seolah-olah, dalam kebutaan,
seseorang meraba-raba malam.
Dan ruang-ruang yang kusentuh
dengan megah berubah menjadi kelam.
Wajahnya yang telah tiada, putih berkilat,
menunduk memandang kakinya
seolah berkata: Hanya dunia
tersisa, dan hujan
yang tergantung di ranting-ranting.
Tetap mencari bintang-gemintang, ia bertanya:
Apa yang tak sempat kaukatakan padaku?
Dan lewat daerah matinya
yang menjemukan, ayahku yang tua
meraba-raba jalan kembali.
Ya, terdengar ia berbisik,
terpukul oleh kekalahan
dalam mataku, kelaparan dan bumi )
menciptakan tulang-belulang dari nafas seseorang.
Kusaksikan keduanya saling mengangguk,
mendadak dalam ketakutan akan datangnya hujan,
akan hati yang ditinggalkan.
-Penerjemah: Sapardi Djoko Damono