BLANTERVIO103

Akutagawa Ryunosuke (1892 - 1927)

Akutagawa Ryunosuke (1892 - 1927)
9/28/2019
Akutagawa Ryunosuke (1892 - 1927)


Akutagawa Ryūnosuke (1892 - 1927)

SASTRADUNIA.COMAkutagawa Ryūnosuke adalah sastrawan Jepang yang dikenal sebagai penulis novel pendek dan cerpen yang jenius dan perfeksionis. Dijuluki sebagai Edgar Allan Poe-nya Jepang, ia termasuk penulis Jepang pertama yang karyanya diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris. Konon nama "Ryūnosuke" ("anak naga") berasal dari hari kelahirannya yang bertepatan dengan tahun Naga, bulan Naga, hari Naga, dan jam Naga (pukul 8 pagi), yang pada kalender masehi jatuh pada tanggal 1 Maret 1892. Ayahnya seorang penjual susu bernama Toshizō Niihara. Adapun ibunya menderita sakit jiwa sejak Ryunosuke masih berusia 7 bulan dan meninggal dunia saat ia berusia 11 tahun. Sejak itu ia diambil alih oleh pamannya, Akutagawa Dosho. Dari beliau ia memperoleh nama keluarga Akutagawa, yang sejak jaman Edo merupakan keluarga terpandang dan melayani keluarga Tokugawa.

Masa sekolah dilewatkannya di Tokyo, mulai dari Sekolah Dasar Umum Edo, Sekolah Menengah 3 Tokyo, Sekolah Lanjutan Atas 1, hingga Jurusan Sastra Inggris Universitas Kekaisaran Tokyo. Bulan Februari 1914, Akutagawa bersama teman kuliah bernama Kan Kikuchi dan Masao Kume, menghidupkan untuk yang ke-3 kalinya majalah sastra Shinshichō (Arus Pemikiran Baru). Majalah tersebut awalnya diisi Akutagawa dengan terjemahan karya Anatole France (Balthasar) dan Yeats (The Heart of the Spring). Pada waktu itu, Akutagawa memakai nama pena Yanagigawa Ryūnosuke. Kariernya sebagai penulis dimulai dengan cerpen berjudul Rōnen yang sempat dimuat Shinshichō. Cerita pendek yang menjadi salah satu adikaryanya, Rashōmon dimuat dalam majalah Teikoku Bungaku pada bulan Oktober 1915. Sejak itu pula, nama Akutagawa Ryūnosuke mulai digunakannya sewaktu menulis. 


Pada tahun 1916, Akutagawa kembali menghidupkan kembali Shinshichō untuk ke-4 kalinya. Edisi perdananya memuat cerpennya berjudul Hana (Hidung) yang mendapat pujian. Pada tahun yang sama, Akutagawa lulus dengan nilai terbaik kedua di antara 20 mahasiswa. William Morris, penulis dari Inggris dijadikan topik skripsi yang ditulisnya.


Mulai bulan Desember 1916, Akutagawa menjadi pengajar bahasa Inggris di Akademi Angkatan Laut Kekaisaran Jepang, sebagai dosen tidak tetap. Di tengah kesibukan memberi kuliah, Akutagawa terus produktif menulis, dan menerbitkan antologi cerpen berjudul Rashōmon pada bulan Mei 1917. Setelah itu, Akutagawa secara berturut-turut menyelesaikan sejumlah cerpen, dan berhasil menerbitkan kumpulan cerpen Tabako to Akuma pada bulan November 1917. Pada bulan Maret 1918, Akutagawa mengundurkan diri dari Akademi Angkatan Laut, dan bekerja di surat kabar Osaka Mainichi Shimbun. Akutagawa menikah pada 12 Maret 1919 dengan Tsukamoto Fumi yang dikenalnya dari seorang teman bernama Yamamoto Kiyoshi. 


Pada bulan Februari 1921, Akutagawa ditugaskan kantornya untuk berkunjung ke Tiongkok sebagai koresponden luar negeri. Kisah perjalanannya dituangkan ke dalam tulisan berjudul Shanghai Yūki (Catatan Perjalanan ke Shanghai). Namun sekembalinya dari Tiongkok, kesehatan fisik dan mentalnya mulai menurun. Akutagawa mulai menderita gangguan kejiwaan yang waktu itu populer sebagai lemah syaraf (neurastenia) dan diare kronis. 


Selama sakit, jumlah karya yang ditulisnya terus menurun. Namun sejak itu pula mulai bermunculan karya Akutagawa yang cenderung bersifat shishōsetsu (otobiografi). Karya-karya tersebut dikenal sebagai Yasukichi-mono karena tokoh utama dalam cerita bernama Yasukichi. Kecenderungan ini terus berlanjut hingga karya-karya terakhirnya, seperti Haguruma (1927) dan Kappa (1927). Kappa adalah karya Satir yang dalam beberapa sisi memperlihatkan sisi kejiwaan Akutagawa yang tidak stabil dan mengalami gangguan. 

Dalam kondisi sulit, Akutagawa berhasil menyelesaikan penulisan Zoku Saihō no Hito, tapi disusul dengan bunuh diri dengan cara menelan obat tidur dalam dosis fatal pada dini hari tanggal 24 Juli 1927. Usianya saat itu baru 35 tahun. Pesan terakhir yang ditinggalkan kepada sahabatnya berbunyi, "Hanya kegelisahan yang usulnya tidak jelas". Pesan ini diambilnya dari kata-kata dalam Kappa, yaitu: “Boku no shourai ni taisuru dare bonyaritoshita fuan” (kekhawatiran terhadap masa depan yang tak jelas).

Akutagawa meninggalkan tiga orang putera, yang sulung bernama Hiroshi Akutagawa yang kelak menjadi aktor. Yang kedua, Takashi Akutagawa, gugur dalam perang.  Sedangkan putra ketiga, Yasushi Akutagawa menjadi konduktor sekaligus komponis. 


Selama hidupnya yang singkat Akutagawa telah menulis sekitar 150 cerita dan beberapa bahkan sudah pernah difilmkan. Dari segi produktivitas dan kualitas karyanya, ia layak dinobatkan sebagai ‘Raja cerpen’ dalam kesusatraan Jepang moderen. Pada tahun 1935, Kan Kikuchi, novelis Jepang yang juga teman seperjuangannya semasa kuliah  mengabadikan namanya untuk hadiah sastra yaitu Penghargaan Akutagawa (bahasa Inggris: Akutagawa Prize). Penghargaan ini diberikan kepada penulis pendatang baru dalam dunia penulisan sastra di Jepang. Pemberian hadiah disponsori oleh Perkumpulan Promosi Kesusastraan Jepang (Nihon Bungaku Shinkō Kai). Sampai hari ini, cerpen karya Akutagawa dicantumkan ke dalam buku teks sebagai bacaan untuk murid sekolah menengah di Jepang. 


-Penulis: Nila Hapsari
MARI BERBAGI:
Editor

TAMBAHKAN KOMENTAR

5700840368070671462