BLANTERVIO103

Pohon Buah Badam - Albert Camus

Pohon Buah Badam - Albert Camus
7/30/2020

Pohon Buah Badam (1940)  

'TAHUKAH kau, 'Napoleon suatu kali berkata kepada Fontanes, 'apa yang membuat diriku penuh dengan kekaguman? Ketidakberdayaan dari kekuatan untuk membangun apapun. Hanya ada dua kekuatan di dunia: pedang dan pikiran. Pada akhirnya pedang selalu dikalahkan oleh pikiran.' 

Para penakluk, kita tahu, kadang-kadang melankolis. Mereka harus membayar sesuatu untuk keangkuhan yang begitu besar. Tapi apa yang, seratus tahun yang lalu, benar mengenai pedang, sekarang tidak lagi benar untuk tank. Para penakluk telah membuat peningkatan, dan keheningan suram dari tempat yang bebas dari pikiran telah menancapkan kekuasaannya yang lama di Eropa yang tercabik-cabik. Pada saat perang yang mengerikan di Flanders para pelukis Belanda mungkin dapat terus melukis ayam jantan muda di halaman peternakan mereka. Perang Seratus Tahun juga telah dilupakan, namun doa mistik Silesia masih menempati hati beberapa manusia. Namun sekarang banyak hal telah berubah, pelukis dan biarawan dimobilisasi: kita adalah satu bersama dunia ini. Pikiran telah kehilangan keyakinan agung yang dapat diakui seorang penakluk; sekarang kehabisan tenaga menjadi kekuatan yang terkutuk, dalam keinginan untuk mengetahui bagaimana menguasainya. 

Ada jiwa-jiwa agung yang tetap menyesali ini, dan mengatakan bahwa itu kejahatan. Kita tidak tahu apakah itu kejahatan, namun kita tahu itu kenyataan. Kesimpulannya adalah bahwa kita harus mencapai kata sepakat dengannya. Maka apa yang perlu kita ketahui hanyalah apa yang kita inginkan. Dan apa yang sesungguhnya kita inginkan adalah tidak pernah lagi membungkuk di depan pedang, tidak pernah lagi menyatakan bahwa kekuatan adalah benar apabila itu tidak melayani akal sehat. 

Memang benar, ini adalah tugas yang tanpa akhir. Tapi kita berada di sini untuk mencapainya. Aku tidak memiliki cukup kepercayaan pada akal sehat untuk menganut kepercayaan yang sedang dalam persiapan, atau suatu filosofi Sejarah. Tapi paling tidak aku percaya bahwa manusia tidak pernah berhenti tumbuh dalam pengetahuan mengenai nasibnya. Kita belum mengatasi kondisi kita, namun kita mengetahui itu lebih baik. Kita tahu bahwa kita hidup dalam kontradiksi, namun kita harus menolak kontradiksi ini dan melakukan apa yang diperlukan untuk menguranginya. Tugas kita sebagai manusia adalah menemukan beberapa prinsip pertama itu yang akan menenangkan penderitaan tak terkirakan dari jiwa-jiwa yang bebas. Kita harus menisik kembali apa yang telah koyak, membawa keadilan yang bisa dibayangkan kepada dunia yang sangat nyata tidak adil, menciptakan kebahagiaan yang berarti untuk bangsa-bangsa yang telah teracuni oleh penderitaan abad ini. Jelas, ini adalah tugas di luar kekuatan manusia. Namun tugas disebut di luar kekuatan manusia apabila manusia memerlukan waktu lama untuk mencapainya, hanya itu. 

Maka mari kita mengenal tujuan kita, berpegang teguh pada pikiran, bahkan apabila kekuatan mengenakan topeng gagasan atau kenyamanan untuk menyelewengkan kita dari tugas kita. Hal pertama adalah tidak berputus asa. Marilah kita tidak mendengarkan terlalu banyak mereka yang menyatakan bahwa dunia sedang berakhir. Peradaban tidak mati begitu mudahnya, dan bahkan apabila dunia ini akan hancur, ini bukan yang pertama kalinya. Memang benar bahwa kita maup di zaman yang tragis. Namun terlalu banyak orang keliru antara tragedi dengan putus asa. 'Tragedi, kata Lawrence, 'bisa menjadi sentakan yang indah pada penderitaan.' Ini adalah gagasan yang sehat dan bisa dipergunakan dengan segera. Ada banyak hal sekarang ini yang pantas mendapat sentakan itu. 

Ketika aku tinggal di Aljazair, aku akan menunggu dengan sabar seluruh musim dingin karena aku tahu bahwa dalam satu malam, satu malam yang dingin dan murni di bulan Februari, pohon-pohon buah badam di Vallée des Consuls akan penuh dengan bunga-bunga putih. Kemudian aku dipenuhi dengan kegembiraan ketika aku melihat salju yang rapuh ini berdiri tegak di bawah hujan dan menantang angin dari lautan. Namun setiap tahun bunga itu lenyap, hanya cukup lama untuk mempersiapkan buahnya. 

Ini bukan sebuah simbol. Kita tidak boleh memperjuangkan kebahagiaan kita dengan simbol. Kita memerlukan sesuatu yang lebih berbobot. Yang aku maksudkan hanyalah bahwa kadang-kadang, ketika kehidupan terlalu dibebani di Eropa ini yang masih diliputi oleh penderitaannya, aku berpaling kepada negeri-negeri cemerlang itu di mana begitu banyak kekuatan masih belum tersentuh. Aku mengenal negeri-negeri itu terlalu baik untuk tidak menyadari bahwa mereka adalah negeri-negeri terpilih di mana keberanian dan perenungan dapat hidup dalam harmoni. Renungan akan contoh mereka kemudian mengajariku bahwa jika kita ingin menyelamatkan pikiran kita harus mengatasi kekuatannya untuk merintih dan memuji-muji kekuatan dan pesonanya. Dunia ini teracuni oleh penderitaannya, dan sepertinya berkubang di dalamnya. Dunia telah benar-benar menyerah kepada kejahatan itu yang disebut Nietzsche spirit of heaviness. Mari kita tidak berkontribusi padanya. Sia-sialah untuk menangisi pikiran, cukuplah untuk bekerja baginya. 

Tapi di mana sifat-sifat baik yang menguasai pikiran? Nietzsche yang sama ini menaruhnya dalam daftar sebagai musuh mematikan dari spirit of heaviness. Baginya sifat-sifat baik ini adalah kekuatan karakter, cita rasa, 'dunia', kebahagiaan klasik, harga diri yang kuat, kesederhanaan yang dingin dari kebijaksanaan. Sifat-sifat ini, dibutuhkan sekarang, lebih dari sebelumnya, dan setiap orang bisa memilih satu yang paling cocok untuknya. Sebelum perbuatan yang meluas, jangan biarkan seorang pun dalam saat apapun melupakan kekuatan karakter. Aku tidak memaksudkan orang yang dalam panggung pemilihan disertai oleh pemaksaan dan ancaman. Namun orang yang, melalui sifat baiknya seperti warna putih dan sari pohon buah badam, berdiri tegak melawan angin dari lautan. Itulah yang akan mempersiapkan buahnya dalam musim dingin dunia.

Penerjemah: Anna Karina     
MARI BERBAGI:
Editor

TAMBAHKAN KOMENTAR

5700840368070671462