BLANTERVIO103

Penemuan Hebrida Baru - J.J. Slauerhoff

Penemuan Hebrida Baru - J.J. Slauerhoff
4/18/2020
J.J. Slauerhoff
Penemuan Hebrida Baru

I
Di tengah topan yang kekal menggarang tidak putusnya,
Di padang-padang air kelabu yang tak bertepi luasnya,
Melampaui daerah tepi di mana lautan
Bertambah dalam sebelum tiba di perbatasan,
Berlayar sebuah kapal yang lari meninggalkan masa silam.
Laut akhirnya membuka warna kini,
Barisan gelombang makin panjang merentang, makin curam meninggi,
Kesunyian pun tak mengecewakan lagi di sini.
Tak ada bayang-bayang lain melayapi padang-padang ini
Di mana setiap gelombang terban
Bagai tiang alam menyeret berderam
Membenam kapal dalam dan lama, hingga di mana udara makin menghampa.
Kembali timbul pula, dilecut terus ke arah binasa.

II
Benua Selatan, yang sama sekali redam jadi
Karang-karang di mana laut merekamkan jejak-jejak abad,
Dan di pantainya yang gersang arus angin barat
Memungut-kumpulkan sisa-sisa kapal karam dari dunia ini,
Membuka sebentang selat, yang berkelok menghilang
Dalam uap hujan yang kelabu, di mana pegunungan tepi bertegakan
Dari tubir-tubir yang dalam, dengan garang
Berpuntir-puntir menjulang, menembus awan.
Inilah benua, yang sekali pernah tenggelam,
Kembali timbul, berabad-abad dulu mati terbenam
Dari lapis atas batu-batu yang terpuruk
Mamut-mamut menyembulkan belulangnya yang lapuk.
Di seberangnya hutan yang seperti mati terlantar
Mengukuhkan kodratnya dengan akar-akarnya, batang-batangnya yang besar,

Terlindung sepanjang zaman, tumbuh meliar
Di seputar uap rawa-rawa di mana kebakaran tak pernah berkobar
Pohonan pantai meliuk saling bergayutan dahan,
Memeras lindap bayangan.
Di bawahnya, kapal mencoba berlayar, teramat beratnya,
Namun masih pula dimangsa liana dengan bulu-bulu durinya;
Di sela-selanya, bidang-bidang zamrud berkilauan:
Jendela-jendela hijau raya di dinding malam.
Hujan deras turun, kelabu kusam, tak pernah tertunda,
Seakan duka raya dunia di sini mengucurkan airmata.
Tempat ini ialah tempat paling jauh dari Sorga yang hilang,
Sama sekali terselubung dalam damai yang kehilangan terang.
Terpikat karenanya, maka banyak yang meninggalkan kapal dan
Bersorak-sorak mereka pun kini kembali menyeruak masuk hutan.

III
Mereka menuju lautan baru
Bukan tanpa harapan kini bila tak bertemu lagi dengan daratan,
Hanya berada di luasan terbuka, oleh angin dan gelombang selalu
Dituntut buat berlayar terus berkepanjangan
"Dan selanjutnya biarlah alam tinggal tak berupa,
Hingga topan kutukan yang tak terdamaikan senantiasa
Meruntas tunas yang membawa kekacauan,
Dan harapan yang hampa tak mungkin lagi kini disembunyikan
Di sebuah kapal, tanpa pulau yang bisa ditemukan;
Angin biarlah tak terlihat; laut, biarlah gersang, lengang, tak bernoda,
Jadilah keduanya tak lebih dari getaran yang memberi tanda
Dari alam raya yang sekali bakal merupa;
Gunung-gunung paling rentalah topan-topan yang paling perkasa.
Mari kita tempuh hidup ini selagi kita mesti hidup pula,
Kosong dari segala harapan, hanya terluput dari binasa,
Dan biarlah kapal kita tiba
Di tepi dunia lain dan ketika itu juga hancur sirna,
Dan andai kita tak mati juga, biarlah dalam mimpi kita berkapal
Dan melayang-layang dalam kehampaan yang kekal."

IV
Lama, lama tak ada cahaya dan debu, hanya bintang dan surya,
Namun adalah senoktah karang di batas pandang mata.
Maka harapan mereka yang besar untuk tetap berlayar tanpa pantai tujuan
Kini pun terkandas jadi sesalan.
Kalau tidak, maka adalah sorak kegirangan: pembebasan, daratan!
Kini harapan akan kehampaan kembali dihancurkan.
Demikianlah timbul mulanya: sebuah karang kepundan yang gundul,
Perlahan-lahan dibuahi lumpur yang hanyut mengumpul.
Kemudian bersama arus berdatangan benih-benih yang terdampar
Dan pohon-pohon palma tumbuh dan lalang melebat liar
Seputar pembiakan ikan dan paya-paya burung yang penuh airnya.
Lalu datang binatang raksasa yang melata, dan akhirnya
Binatang menyusui dengan keturunannya membebaní bumi pula.

V
Lepas dari daratan penghabisan mereka bersatu sikap
Bagi layar-layar yang mencembung di angin tetap.
Seperti menular, dari daratan pertama kembali memuai
Perpecahan; bunyi gemertak rantai
Yang hampir lekat berkarat, sauh yang jatuh berdebab,
Bagai belahak kematian memecahkan ketenangan perairan,
Yang dilingkung pohon-pohon palma, dilindungi batu-batu padat -
Sebagai jawab, kepundan yang padam mengepulkan
Asap kecil, yang tinggal rendah mengawang, serupa awan.

VI
Kapal itu berlabuh di teluk tiga hari lamanya dan
Tak ada yang terlihat bergerak di pantai, selain sebatang dahan
Dalam tiupan angin, dan hujan tak lebat
Yang terus-menerus, sebagai satu-satunya tanda hayat,
Jatuh di kelam sunyi hutan dan suakan-suakan.
Inikah tempat murni di bumi, dan tunggal,
Dilupakan benih, disisakan ajal?
Waktu di sini dinihari yang panjang sekali.
Tempat ini lebat, namun tak ada yang disembunyikan di sini.
Maka mereka pun mendarat, kebanyakan berjalan
Sempoyongan dan cemas, seakan tidur dan
Dengan kaki meraba-raba tanah,
Sementara mata ke daun pohonan menengadah
Tak ada hewan lari berloncatan, tak ada burung liar beterbangan.
Mereka dambakan di daerah yang belum terjamah
Suatu tempat istirah di lüaśan kosong yang resah.

VII
Sebuah tempat terbuka: pondok-pondok yang mengarang bertegakan
Bagai batu-batu nisan hitam di bawah lengkung setengah bulatan,
Di mana mayat-mayat dengan tengkorak terbelah bergelimpangan.
Ada mengawang bau daging dan kayu terbakar.
Seakan mereka lihat pesta itu di mukanya benar.
Mereka berbalik kembali lewat hutan yang sunyi,
Diikuti ngeri, dan dalam kekalutan tak sadar mereka telah kembali
Berada di kapal, seorang mencium geladak, dan
Yang lain erat berpegang pada tali, tegang nanar;
Kemudian tiba-tiba mereka bergegas masuk kamar.

VIII
Karang-karang yang paling jauh menjorok ke lautan
Ialah batas daratan penghabisan yang mereka lihat dalam pelayaran.

-Penerjemah: Hartojo Andangdjaja

MARI BERBAGI:
Editor

TAMBAHKAN KOMENTAR

5700840368070671462