BLANTERVIO103

Catatan Sejarah yang Penting Kerja Sama Sastra Indonesia - Portugal - Maria Emilia Ermler

Catatan Sejarah yang Penting Kerja Sama Sastra Indonesia - Portugal - Maria Emilia Ermler
4/22/2020
Catatan Sejarah yang Penting Kerja Sama Sastra Indonesia - Portugal
oleh Maria Emilia Ermler




"Sama halnya dengan kata yang diucapkan secara lisan, tulisan mengandung risiko yang tinggi. Pada umumnya, orang tidak menafsirkan tulisan seperti yang ingin disampaikan penulisnya. Tulisan bisa menimbulkan kesalahpahaman, ketidaktelitian, bahkan kekesalan ataupun ketidakpedulian, namun tulisan bisa juga menciptakan rasa persatuan, semangat dan, terutama, sarana yang dapat mengantarkan angan-angan dan impian itu sendiri." -Eduardo Lourenço, 1969/73 1


SASTRADUNIA.COM | Pertemuan budaya antara Portugal dan Indonesia telah dimulai pada awal abad ke-16. Sebagai saksi atas hubungan yang pernah terjalin, sampai sekarang kita masih dapat menyaksikan banyak sekali peninggalan, yang menjadi kenangan bersama bagi kedua negara, dan yang terus menerus menjadi bahan penelitian dan menarik minat, baik dari pihak Indonesia maupun Portugal. Dalam kata pengantar bukunya Portugal e o Mundo: o Futuro do Passado* (Portugal dan Dunia: Masa Depan dari Masa Lalu), António Pinto da França mengatakan bahwa "Pengaruh keberadaan bangsa Portugis di Indonesia merupakan suatu fenomena yang unik di wilayah lusofonia (negara-negara yang penduduknya menggunakan bahasa Portugis dan yang budayanya banyak menerima pengaruh budaya Portugis". Pengaruh ini sangat signifikan, baik dari segi kedalamannya maupun cakupan wilayahnya di negara yang sangat luas ini. Selain itu, pengaruh ini juga dirasakan dalam bidang yang sangat beragam, seperti bahasa, musik, tarian, busana adat, nama tempat, nama marga, cerita rakyat, arsitektur, perayaan keagamaan serta teater ». Salah satu contoh yang menunjukkan betapa besarnya pengaruh kehadiran bangsa Portugis di Indonesia adalah dari sisi kebahasaannya. Terdapat tak kurang dari 2000 kata bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Portugis yang hingga kini, masih tetap digunakan dalam bahasa Indonesia, dan dalam berbagai papiá (kreol) serta bahasa daerah. 

Peninggalan yang berupa khazanah kebahasaan itu saja, tentunya, sudah menjadi alasan yang kuat bagi kita untuk mempertahankan dan mengembangkan hubungan budaya yang erat antara kedua negara ini! 

Antonio Pinto da França sendiri sangat menaruh perhatian pada masalah hubungan ini selama masa tugasnya sebagai Duta Besar Portugal di Jakarta pada akhir dasawarsa 60-an, yakni sebelum hubungan antara Portugal dan Indonesia dihentikan pada tahun 1975. Di antara kegiatan-kegiatan penting yang ia pelopori untuk mempertahankan kelangsungan pertukaran budaya adalah penyelenggaraan kursus bahasa Portugis, meskipun sifatnya tidak resmi dan hanya diselenggarakan di kediamannya sendiri. Hanya saja, kegiatan tersebut akhirnya terpaksa dihentikan menyusul konflik yang timbul antara Indonesia dan Portugal karena masalah Timor-Timur. Konflik ini juga berakhir dengan pemutusan hubungan diplomatik secara mendadak antara kedua negara. Pengajaran bahasa Portugis baru dimulai kembali pada tahun 1994, atas prakarsa Associação de Amizade Portugal-Indonésia (Asosiasi Persahabatan Portugal Indonesia). 

Berkat dibukanya kembali hubungan bilateral pada tahun 1999 dan ditambah usaha-usaha yang dilakukan Ibu Ana Gomes, yang saat itu menjadi Duta Besar Portugal di Indonesia, maka pengajaran bahasa Portugis secara resmi dibuka kembali, dengan dukungan Instituto Camões. Menurut Dr. Mário Pinharanda Nunes, pengajar bahasa Portugis pertama di Indonesia, salah satu tujuan Kedutaaan Besar Portugal dalam menyelenggarakan kegiatan pengajaran bahasa Portugis adalah “menyebarkan berbagai aspek kebudayaan Portugis agar masyarakat Jakarta mengetahui keberadaan kembali Kedutaan Besar Portugal di Jakarta dan juga kursus bahasa dan budaya Portugis yang diselenggarakan di sana?”**

Pada tahun 2003, Instituto Camões, di Lisabon yang bekerja sama dengan Instituto Português do Oriente di Makau, dan didukung oleh Fundação Calouste Gulbenkian, memprakarsai pendirian sebuah Pusat Bahasa dan Kebudayaan Portugis di Universitas Atmajaya, di Jakarta. Namun, karena keadaan yang kurang kondusif bagi kegiatan tersebut, maka pada tahun berikutnya sentra ini terpaksa ditutup. Selanjutnya, pada tahun ajaran 2004/2005, berkat negosiasi yang dilakukan oleh dua tokoh penting, pembela khasanah budaya Portugis di Indonesia, yaitu Duta Besar José Manuel dos Santos Braga dan Prof. Dr. António Vasconcelos de Saldanha yang pada saat itu masih menjabat sebagai Presiden Instituto Português do Oriente akhirnya disepakati bahwa kegiatan pengajaran bahasa dan budaya Portugis dipusatkan di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, salah satu lembaga ternama dalam pengajaran Bahasa dan Budaya di negeri ini. 

Sehubungan dengan uraian singkat kami tentang hubungan bilateral Portugal-Indonesia, dengan ini perlu kami beritahukan bahwa baru-baru ini telah dibuka program Minor Studi Portugis di Universitas tersebut, yang rencananya akan dimulai pada bulan September 2008. Hal ini, tentunya, merupakan terobosan baru dalam upaya memperkuat dan memperdalam hubungan budaya yang telah lama terjalin antara Portugal dan Indonesia. 

Perlu juga kami kemukakan di sini, bahwa pada saat yang bersamaan di Portugal juga sedang dikembangkan kegiatan pengajaran Bahasa dan Kebudayaan Indonesia di tingkat universitas, seperti yang dilakukan Instituto de Estudos Orientais dari Universidade Católica Portuguesa di Lisabon. 

___
Catatan kaki:
*Laporan Tahunan Kegiatan Pengajaran Instituto Camões, Jakarta, 2003.
**José Manuel Garcia, Portugal eo Mundo: o Futuro do Passado, Lisabon, Centro Nacioner de Cultura, Vol. l: Indonesia, 2002.



-Sumber: Kumpulan Puisi Indonesia, Portugal, Malaysia, Editor: Maria Emilia Ermler dan Danny Susanto, Jakarta: Gramdia, 2006

MARI BERBAGI:
Editor

TAMBAHKAN KOMENTAR

5700840368070671462