BLANTERVIO103

Perjanjian dengan Iblis - Goethe

Perjanjian dengan Iblis - Goethe
11/20/2019
Perjanjian dengan Iblis
oleh Johann Wolfgang Goethe


Perjanjian dengan Iblis - Goethe

SASTRADUNIA.COM | Dengan bantuan roh-roh yang dihimbaunya yang membangun gambaran-gambaran kata yang indah dalam nyanyian. Mephistopheles mengantar Faust tidur. Dalam tidur itu, Faust merasakan tinggal di satu tempat yang indah permai, di sebuah puri di atas bukit dengan danau mengalun tenang di kaki bukit itu. Angin semilir berhembus damai, alam tenteram di bawah langit biru. 

"Dengan gambaran-gambaran paling indah, taklukkan dia. Tenggelamkan dia ke laut tipu yang manis,” perintah Mephistopheles kepada para roh itu. Kemudian, Mephistopheles memanggil seekor tikus besar. Segera tikus itu datang menghadap, Mephistopheles mengeluarkan perintah dengan telunjuk menuding penuh kuasa:

 "Raja segala tikus, lalat, kepinding, katak dan kutu memanggilmu untuk pergi menggerogoti serta menyingkirkan jejak ahli sihir di bendul pintu itu,” perintah Mephistopheles.

Ketika Faust tersadar, Faust merasa berada dalam satu ruang yang kosong. "Apakah mimpi yang indah tadi hanya satu bayangan yang dibuat oleh Iblis?" pikirnya. Tapi, sementara ia masih diliputi kebimbangan, ia segera pula dikunjungi oleh Mephistopheles, lalu berujar:

”Untuk terakhir kali, bolehkanlah saya ujarnya. Diajak berbicara soal hidup, Faust, Doktor yang kaya ilmu itu, terpancing. Ia yang merasakan hidup amat menekan jiwanya selama ini, seperti diberi kesempatan untuk mencurahkan rasa putus asanya. Make, orang tua pemurung itu pun berkata: 

"Apakah yang telah saya peroleh dari dunia ini? Menyerah — tidak — jangan lakukan itu!” ujarnya kepada dirinya sendiri. Kemudian sambungnya: "Penyerahanlah lagu yang selamanya mendengung di telinga setiap orang selama hidupnya. Saya benci melihat hari kekecewaan Jain merekah. yang di dalamnya, tak satu harapanku pun yang akan terkabul. Malam hari, di tempat tidur, saya selalu gelisah, dan selalu bermimpi yang bukan-bukan. Demikianlah beban sehari-hari menghimpitku, sampai-sampai maut menjadi dambaanku, dan hidup menjadi satu hal yang kubenci. Saya mengutuk semua angan-angan yang menyilaukan. yang menggoda manusia dan menjerat jiwa mereka, serta memojokkan mereka ke dalam satu lubang kesengsaraan.  Terkutuklah Cita-cita yang muluk, dengan saya pikiran menyiksa dirinya sendiri. Terkutuklah kemasyhuran, kejayaan, kekayaan, uang kenikmatan, anggur. cinta! Terkutuklah harapan, keyakinan dan terutama, ketabahan!" 

Demikianlah Faust bagaikan lupa diri, meneriakkan kutukan-kutukan, seraya mengacung-acungkan tangan serta mengepal-ngepalkan tinju.  Mephistopheles tertawa terbahak-bahak. Ia sangat gembira mendengar kutukan-kutukan yang diteriakkan Faust. Ia sangat senang akan gelagat calon mangsanya yang tampak olehnya mulai berpikiran sesat. 

Namun, serangkaian nyanyian yang rawan oleh roh yang tiada kelihatan mendadak terdengar, entah dari mana:

“Hu! Hu! Kau telah menghancurkan dunia yang indah ini dengan satu tinju yang kuat. Kau harus membangun yang baru kembali di dalam jiwamu sendiri." Mendengar nyanyian ini, Faust dan Mephistopheles terpaku. Tapi Mephistopheles, sang Iblis, lebih sigap cepat tersadar, lalu ia buru-buru mengalihkan perhatian Faust dari pengaruh nyanyian itu. yang sebenarnya merupakan peringatan Tuhan atas Faust, berujar:

"Lupakanlah keputusasaanmu. Percayakanlah kepadaku untuk membimbingmu menjalani hidup ini. Saya akan melayanimu segera dan untuk selama-lamanya. Saya akan menjadi pelayan dan budakmu,” bujuk Mephistopheles, sang Iblis. 

"Apa yang harus saya berikan kepadamu sebagai imbalan?” tanya Faust dengan penuh siaga. "Waktu cukup panjang. Anda tidak perlu memberi imbalan apa-apa sekarang,” sahut sang Iblis dengan mata berkilat meyakinkan.

"Tidak, tidak! Iblis tak mungkin menolong saya tanpa sesuatu imbalan. Ajukanlah syarat-syaratmu dengan jelas dan pasti,” desak Faust, tidak segera terperdaya begitu saja. Maka, sang Iblis bernama Mephistopheles itupun mengajukan syaratnya, yang menang merupakan tuntutan Iblis kepada setiap manusia yang berhasil digodanya.

“Di dunia ini, saya menjadi budakmu. Bila kita bertemu di akhirat, kaulah yang akan menjadi budakku,” sahut sang Iblis dengan tenang dan pasti. Faust yang tidak mudah bertekuk lutut itu, mulai ragu kembali, lalu berujar:

"Apa yang dapat kauberikan kepadaku? Harta yang mudah habis itu? Cinta wanita yang sementara berada dalam pelukanku main mata dengan pria lain? Kehormatan yang hanya sekejap menerlap seperti meteor?” ujar Faust, memuntahkan secara beruntun hal-hal yang tidak lagi menarik minatnya. Kemudian dilanjutkannya dengan suara berat kira-kira tinggal hal apa yang bisa kini melipur hatinya : 

“Kalau kau bisa, dengan buaian yang palsu, buatlah saya bersenang hati. Atau tipulah saya dengan kenikmatan, dan biarkanlah saat demikian menjadi kesempatanku yang terakhir,” ujar Faust yang tetap diliputi rasa putus asa itu. 

“Setuju,” sahut Mephistopheles dengan gembira seraya menyalam Faust, yang menerima salam itu sambil berujar: 

“Bagus! Kalau saya berkata: 'Tunggu... kau ajaib sekali" maka, kau boleh mengikat saya dengan ikatan abadimu,” ujar Faust. 

“Pertimbangkanlah matang-matang apa yang kau ucapkan. Ingatan saya tajam sekali,” ujar Mephistopheles, meminta keteguhan janji dari Faust. Namun Faust kiranya sudah berketetapan hati, maka jawabnya: 

"Segera saya berhenti berusaha, saya berubah menjadi budak. Menjadi budakmu atau budak yang lain, apa bedanya? Jangan takut kalau saya akan memungkiri pertaruhan kita. Itulah hasil terakhir dari seluruh usahaku. Padahal, saya sudah berusaha sedemikian keras,” keluh Faust dengan murung. 

“Untukmu, tak ada batas tertentu. Anda dapat mengusahakan apa saja,” ujar Mephistopheles membesarkan hati Faust.

"Saya ingin memahami segala kehidupan yang ada ... yang tertinggi atau yang terendah, kebahagiaan maupun kesedihan ... sampai saya sendiri berkembang menjadi satu pribadi yang kaya dengan kebajikan dan ikut serta mengemban nasib semua orang,” ujar Faust. 

“Percayalah kepadaku, telah beribu-ribu tahun saya memamah adonan liat yang sama dengan yang kau pahamkan itu. Akan tetapi, di antara manusia, tak seorang pun yang akan pernah bisa melaksanakannya,” sahut  Mephistopheles. 

"Tapi saya ingin!" sahut Faust bertahan. “Jawaban yang bagus! Marilah menenggelamkan diri di dunia ini dengan menikmatinya sepuas-puasnya!” ajak Mephistopheles. 

Dengan demikian, tercapailah ikrar antara Faust dan sang Iblis. Maka, Faust pun meninggalkan kamar belajarnya, untuk memulai perjalanannya dengan Mephistopheles. Sementara berjalan di sisi Faust, Mephistopheles tersenyum licik melirik Faust, seraya berpikir: 

"Biarkan saja dia mengejek akal sehat dan pengetahuan, yang merupakan kekuatan tertinggi manusia. Dengan demikian, ia akan kutaklukkan,” pikirnya. 

Dan Faust yang mulai dapat dipengaruhinya, tapi belum tentu dapat ditaklukkannya benar-benar, makin jauh juga dari kamar belajarnya, yang selama ini merupakan tempatnya menekuni segala.”


 Penerjemah: Rayani Sriwidodo

MARI BERBAGI:
Editor

TAMBAHKAN KOMENTAR

5700840368070671462