BLANTERVIO103

Dora Markus - Eugenio Montale

Dora Markus - Eugenio Montale
11/28/2019
Eugenio Montale
Dora Markus
Dora Markus - Eugenio Montale

I
Kita berdiri di sini: dermaga-dermaga kayu
di Porto Corsins menjorok ke laut,
dan beberapa nelayan, hampir tanpa gerak,
menebarkan dan menarik jala. Kuangkat tanganmu
menunjuk ke pantat seberang sana
yang tak tampak, tanah airmu sejati.
Kemudian kita menyusur sungai ke tanah datar:
di sini dermaga-dermaga kota
tampak hitam berkilat, dan musim semi
yang lembam terbenam tanpa kenangan.
Dan di sini, di tempat kemanusiaan purba
melarutkan diri dalam kegelisahan
lembut dan berbau Timur,
kata-katamu berkilau bagaikan sisi ikan
warna tembaga, yang berkilau dan sekarat.
Kegelisahanmu mengingatkanku
pada burung-burung migrasi yang membenturkan diri
ke menara api pada malam-malam badai:
kelembutanmu pun semacam topan,
tak tampak, terselubung angin ribut,
dalam saat-saat tenangnya yang langka.
Aku tak tahu bagaimana kau, yang penat, bertahan
hidup di danau ketakjuban itu
yakni hatimu: mungkin
yang menyelamatkanmu adalah azimat yang kau simpan
campur aduk dengan listrik,
sapuk bedak, dan kikir kuku dalam tasmu: tikus putih
terukir dalam gading: demikianlah kau ada!

2
Dan kini di Carinthia milikmu:
bunga-bungaan berkembang dan telaga tenang,
di pinggir danau kau berhenti, menyaksikan
gurami malu-malu menggigit umpan
atau jejak di pohon-pohon linden, di antara
pucuk-pucuknya yang kusut, suara
malam, cahayanya terpantul di ar.
dari tirai-tirai sepanjang dermaga dan hotel pantai.

Malam yang mengalir keluar
melintasi tanah datar yang lembah, hanya
membawa debar mobil dan
bunyi angsa, dan sebuah kamar
berkilau oleh keramik putih-salju yang berkisah
kepada cermin penuh noda -- yang malah
menatapmu -- suatu cerita tentang kekeliruan
yang tak dapat digugat, dan menatahnya di sana
hingga tak ada yang bisa menghapusnya.
Dongengmu, Dora!
Namun ia telah tersurat dalam tatapan-tatapan sesaat
para lelaki yang kumis garangnya merunduk
dalam potret-potret besar mereka yang berbingkai emas, refrennya
berulang setiap kali musik dimainkan
dari piano tanpa nada pada saat
yang mengelam dan senantiasa semakin kasip.

Dongengmu tersurat di sini, Di ambang dapur
pohonan yang selalu hijau
bertahan, suara tak berubah,
Revenna begitu jauh, keyakinan yang garang
menyuling racunnya.
Apa yang dimintanya darimu? Suara,
dongeng, nasib: ini semua tak berujung ...
Namun waktu sudah kasip, dan semakin kasip.


-Penerjemah: Sapardi Djoko Damono

MARI BERBAGI:
Editor

TAMBAHKAN KOMENTAR

5700840368070671462