Pena Burung Gagak
1
Aku datang tanpa bunga tanpa ladang
Aku datang tanpa musim;
Di pasir, di kilau pagi, di angin
tiada kupunya selain darah mudaku
yang mengalir bersama langit
Dan bumi, di kening kenabianku,
adalah sekawanan burung yang terbang tanpa henti.
Aku datang tanpa musim
Aku datang tanpa bunga tanpa ladang
Dalam darahku terdapat sumber debu
Aku hidup di kedua mataku
Aku makan dari kedua mataku
Aku hidup
Aku habiskan usia dalam sebuah penantian
akan sebuah kapal yang akan memeluk keberadaan
lalu ke dasar laut ia akan karam
kebingungan
berlayar tanpa pernah pulang.
Mungkin hanya mimpi atau
Mungkin kapal itu terus
2
Dalam sepi, dalam resah
dengan pena burung gagak
kutulis puisi-puisiku di atas tanah
Aku tahu tiada sinar di kelopak mataku
Hanya ada kebijaksanaan debu
Aku duduk di café bersama siang
bersama kursi kayu
bersama puntung rokok yang dilempar orang
Aku duduk sambil menanti
janjiku yang terlupakan.
3
Ingin aku bersujud dan sembahyang
untuk burung hantu yang patah sayapnya
untuk bara api, untuk angin
Ingin aku sembahyang
untuk bintang yang kebingungan di langit
untuk kematian, untuk wabah penyakit
Ingin aku bakar di dupaku
hari-hariku yang putih, nyanyian-nyanyianku,
buku-buku tulisku, tintaku, dan dawatku
Ingin aku sembahyang
untuk segala yang tak kenal sembahyang.
Beirut tak terlihat di jalanku
Beirut tak berbunga
Lihatlah ladang-ladangku
4
Beirut tak berbuah
Lihatlah, di ladang-ladangku
bertahta musim semi belalang dan pasir
Hanya aku, tanpa bunga tanpa musim
Hanya aku bersama buah-buahan
dari matahari terbenam hingga pagi datang
Aku lewati Beirut tapi aku tidak melihatnya
Aku tinggal di Beirut tapi aku tidak melihatnya
Hanya aku, cinta, dan buah-buahan
Kita lanjutkan perjalanan bersama hari siang
Kita lanjutkan perjalanan menuju arah lain.
-Penerjenah: Ahmad Mulyadi
dalam Nyanyian Mihyar dari Damaskus, Adonis, Jakarta, Durakindo, 2008
