BLANTERVIO103

Badr Shakir al-Sayyab (1926-1964)

Badr Shakir al-Sayyab (1926-1964)
9/18/2019

Badr Shakir al-Sayyab (11926-1964) merupakan penyair yang tanggal lahir dan wafatnya sama. Dia lahir 24 Desember 1926 di Jaykur, dekat Basra, Irak sebagai anak tertua seorang pengembala dan wafat pada 24 Desember 1964 di Kuwait sebagai penyair besar Arab asal Irak. Dia menghasilkan tujuh buku puisi dan bersama T. S. Eliot menerjemahkan karya Louis Aragon, Nazim Hikmet, dan Edith Sitwell yang dia sukai. Karena pengaruhnya yang besar, karya-karyanya telah diterjemahkan ke dalam banyak bahasa, seperti Indonesia, Inggris, Persia, Somalia, Perancis, Urdu, dan lainnya.

Sayyab merupakan penyair yang mula-mula cenderung bermazhab politik komunis. Itu sebabnya, dia dipecat sebagai dosen ketika mengajar di almamaternya sendiri, Perguruan Tinggi Pelatihan Guru di Baghdad. Karena itu pula, dia kemudian hidup mengembara sebagai manusia pelarian. Keluar masuk hutan dan bekerja serabutan untuk sekadar bertahan hidup. Namun akhirnya, mazhab komunisnya runtuh. Dia menjadi anti-komunis dan memutuskan hubungan dengan dengan Partai Komunis setelah Pembantaian Kirkuk.
Kemudian, dia diizinkan bekerja di pelayanan publik Irak, Direktorat Jenderal Impor dan Ekspor. Namun lagi-lagi setelah Revolusi 14 Juli dia dipecat karena menulis puisi yang mengkritik Abd al-Karim Qasim sebagai kepala negara yang baru.

Sebagai penyair, namanya mulai melejit setelah buku puisinya Onshudat al-Matar (The Rain Song) memenangkan hadiah utama (1.000 pound Lebanon) dalam sebuah kompetisi yang digelar oleh Majallat Shi'r. Sebelumnya, dia rutin menulis untuk Majallat Shi'r ('Majalah Puisi') di Beirut yang didirikan oleh Adonis dan Yusuf al-Khal. Melalui itu pula, dia mulai banyak bergaul dalam lingkaran penyair Arab, seperti Ounsi el-Hajj, dan Khalil Hawi.

Apa sumbangsi Sayyab untuk kesusastraan Arab modern? Dialah salah satu penyair yang bergairah melakukan eksperimen dan pembaharuan puisi Arab modern. Pada akhir tahun 1940, bersama Nazik al-Malaikah, dia menggembar-gemborkan gerakan puisi bebas (al-Syi'r al- Hurr). 

Apa sumbangsi Sayyab untuk Irak? Dia menyuarakan revolusi secara lantang melalui puisi-puisinya. Salah satu yang paling dikenang rakyat Irak adalah puisinya yang berjudul Madinah Bila Mathar. Puisi yang sanggup menggugah spirit revolusi untuk melakukan perubahan total Irak pada zamannya. Negeri yang telah mengalami penindasan oleh para penguasa dan penjajah.

Karena sikap tegas politik dan begitu besar pengaruhnya karyanya, telah membawanya ke Kongres Kebebasan Budaya, yakni 'Penulis Arab dan Dunia Modern' di Roma. Namun, sayang, kesehatannya mulai memburuk. Setelah dilakukan perawatan dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain di kawasan Arab, Sayyab diterbangkan ke London untuk berobat. Di sanalah dia bertemu dan kerja bareng kreatif dengan T. S. Eliot.

Melihat kekuatan karyanya, Profesor Albert Hourani memberinya beasiswa di Durham University untuk mengambil gelar PhD. Namun, beasiswa tersebut dia ambil setelah Rumah Sakit St Mary, London mendiagnosis penyakitnya sebagai amyotrophic lateral sclerosis. Akhirnya dia wafat di Rumah Sakit Amiri di Kuwait setelah sempat menerbitkan sejumlah puisi terakhirnya di majalah Al-Ra 'ed al-'Arabi (' Perintis Arab ').

Menurut sejumlah pengamat, eksperimen Sayyab dalam puisi turut mengubah arah puisi Arab modern. Sayyab berhasil mengawinkan mitos dan sejarah dalam puisinya dengan mengangkat tema-tema sosial, politik, dan perjalanan hidupnya. Penyair Palestina Mahmoud Darwish merupakan salah satu tokoh yang sangat menggilai puisi-puisinya.
Pada tahun 1971, pemerintah Irak memperingati kematian Sayyab pertama kali dan dari sanalah lahir gagasan Festival Puisi Mirbid setiap tahunnya. Untuk mengenang segala jasanya, pemerintah membuat patung dirinya yang terletak di Basra.

-Penulis: Sofyan RH. Zaid
MARI BERBAGI:
Editor

TAMBAHKAN KOMENTAR

5700840368070671462