BLANTERVIO103

Pengaruh Zionisme atas Sastra Dunia - Budi Darma

Pengaruh Zionisme atas Sastra Dunia - Budi Darma
1/21/2020
Pengaruh Zionisme atas Sastra Dunia
oleh Budi Darma


Pengaruh Zionisme atas Sastra Dunia - Budi Darma

SASTRADUNIA.COM | Pak Ali yang baik, Terima kasih atas surat Pak Ali tanggal 5 Desember 1977. Memang, apa yang kita anggap baik di Indonesia, belum tentu baik pula menurut pandangan orang di Barat dan begitu pula sebaliknya. Itulah, maka pilihan Ajip Rosidi atas cerpen Pak Ali "Gerhana" untuk Bunga rampai Laut Biru Langit Biru dapat dimengerti. 

Perbedaan pandangan antara dua kutub itu alasannya macam-macam, seluruhnya bersumber pada alasan budaya. Pemikiran orang Barat tidak terlepas dari dasar kebudayaan mereka yang berlandaskan kebudayaan Yunani (sebagai sambungan renaissance abad ke-15), Yahudi (Perjanjian Lama. Ingat, bahwa orang Yahudi dan kebudayaannya merajalela di Barat.) Inilah semua yang menyebabkan gerakan Zionisme berhasil mendirikan kembali negara Israel. Tanpa kekuatan orang Yahudi dengan kebudayaannya yang terbesar luas di mana-mana, gerakan ini tidak mungkin berhasil.

Di Amerika terdapat 3%, orang Yahudi, tapi mereka Ini menguasai hampir segala lapangan: sektor ekonomi, sosial politik dan ilmu pengetahun (teknologi). Kissinger Rockefeller, Kirk Douglas, Burt Lancaster, Liz Taylor, otak peluncuran satelit ruang angkasa dan banyak lagi yang lain adalah Yahudi. Ini di Amerika. Dan di Eropa: Einstein, Kafka, dan banyak lagi, dan Kristen. Karya sastra Barat yang baik tidak bisa lepas dari unsur-unsur ini. 

Karya-karya James Joyce mempunyai landasan yang kuat pada mitologi Yunani dan falsafah Kristen. Kafka melafalkan keterkutukan orang-orang Yahudi, yang selalu diburu-buru rasa penuh ketakutan, dan mempunyai identitas sebagai manusia dan sebagai ras, tapi tidak mempunyai identitas sebagai individu. 

Dostoyewski mempunyai nafas Kristen yang sangat dominan: manusia dilumuri dosa, dan, dosa ini dapat dihapuskan dengan pergabdian pada kemanusiaan dan pengorbanan nafsu pribadi. 

T.S. Elliot menyuarakan kegersangan abad ke 20 (permulaan) melalui unsur-unsur mitologi Yunani dan Kristen. 

Sastra Indonesia bertolak dari unsur-unsur lain. Inilah salah satu sebab mengapa penilaian kita berbeda dengan penilaian orang Barat. Meskipun demikian, mau tidak mau jalan pikiran kita banyak terpengaruh oleh kebudayaan Barat, melalui pendidikan resmi di sekolah-sekolah, dan lewat kehidupan sehari-hari, misalnya radio, televisi. film, mode dan sebagainya. Bahkan, pengertian kita mengenai sejarah dunia pada hakikatnya adalah sejarah Barat. 

Mengenai persoalan apakah sebuah karya sastra populer atau tidak, diterima atau tidak, diterima untuk sesaat atau untuk selamanya dan sebagainya, sebetulnya juga terjadi di mana-mana, tidak terkecuali di Dunia Barat. Hadiah Nobel yang diberikan kepada Kipling terjadi antara lain lantaran dia populer. Hadiah Nobel untuk Pearl S. Buck diberikan antara lain karena dia pengarang wanita yang berhasil menyuarakan konflik nilai-nilai Barat dan Timur. Mereka populer pada zamannya masing masing, tapi nilai sastra mereka cepat jadi luruh dan Juntur. Karena itu, orang-orang seperti mereka pada hakikatnya tidak mempunyai arti dalam sastra lagi. Masalah “zaman-zamanan” ini juga melanda Saul Below, yang tahun lalu menerima Hadiah Nobel. 

Novel-novel Bellow memang lumayan. Dia memang pandai dan terampil. Dan dia juga populer. Tapi dibanding dengan mereka yang karyanya langgeng, misalnya Dostoyevsky atau Kafka, Saul Bellow bukanlah apa-apa. Bellow juga menyuarakan identitas Yahudi, sama halnya dengan Kafka. Kafka menempuh jalan yang matang, tapi tidak populer. sedang Below menempuh jalan yang kurang matang tapi populer. Pada saat ini dia sementara menjadi tokoh, tapi sebentar lagi nasibnya tidak jauh berbeda dengan Kipling dan Buck. Kehidupan orang sekarang memang banyak yang tidak tenang, boleh dibilang montang-manting. Bellow tidak menggambarkan kemontang-mantingan kehidupan sekarang, tapi menulis dengan cara monting-manting. Dia memang populer. Tapi, pada suatu saat kelak, orang bertanya:
"Untuk apa dia menulis seperti itu?"

Bloomington. 28 Desember 1977
MARI BERBAGI:
Editor

TAMBAHKAN KOMENTAR

5700840368070671462